JARING KONTROL: POLIGON TERTUTUP
Lokasi: Pengajaran STPN
A. Tujuan Instruksional khusus:
Mahasiswa mampu memasang titik kontrol, mampu mengadakan pengukuran jarak, mampu mengadakan pengukuran sudut, mampu mengadakan asimut awal, mampu menghimpun dan mengolah data hasil ukuran, dan mengetahui cara mendeteksi kesalahan-kesalahan yang mungkin timbul.
B. Peralatan:
1. Teodolit
2. Statif
3. Unting-unting
4. Meteran
5. Kompas (bila perlu)
6. Jalon (bila perlu)
7. Patok dan atau paku payung
8. Payung
9. Alat tulis
C. Daras Teori
1. Poligon adalah rangkaian titik-titik secara berurutan, sebagai kerangka dasar pemetaan. Untuk kepentingan kerangka dasar, titik-titik poligon tersebut harus diketahui atau ditentukan posisi atau koordinatnya.
2. Macam-macam pologon, antara lain:
a. Atas dasar titik ikat: (1) poligon terikat sempurna : poligon yang ujung-ujungnya terikat pada dua titik yang diketahi koordinatnya, (2) poligon terikat sepihak: poligon yang salah satu titik ujungnya terikat atau diketahui koordinatnya, (3) poligon bebas: poligon yang ujung-ujungnya tidak terikat.
b. Atas dasar bentuk: (1) Poligon Terbuka: poligon yang ujungnya tidak saling bertemu satu dengan yang lain, (2) poligon tertutup: poligon yang ujungnya saling bertemu (titik awal dan titik ahir menjadi satu) dan membentuk suatu loop atau kring, (3) poligon cabang: poligon yang merupakan cabang dari poligon yang lain.
c. Atas dasar hirarki dalam pemetaan : (1) poligon yang utama : poligon yang koordinat titik-titiknya diperoleh langsung dari penentuan koordinat titik local atau diikatkan langsung melaui pengukuran dari titik kontrol terdekat. (2) poligon cabang: poligon yang koordinat titik-titiknya diikatkan dari poligon utama.
3. Contoh poligon tertutup dengan jumlah sudut lima titik, dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Arah
pengukuran
Poligon tertutup arah pengukuran
Berlawanan jarum jam.
β4
Poligon tertutup arah pengukuran
Searah jarum jam
Pada setiap pekerjaan poligon tertutup, penting diketahui arah pengukuran poligon. Pada gambar, arah pengukuran poligon berlawanan dengan jarum jam. Konsekuensinya, sudut kanan (β) yang terbentuk adalah sudut dalam. Berbeda dengan poligon pertama, pada gambar, arah pengukuran poligon searah jarum jam sehingga sudut kanan (β) yang terbentuk adalah sudut luar. Perlu diketahui bahwa sudut kanan adalah sudut yang terbentuk dari selisih arah bacaan muka dikurangi arah bacaan belakang (back sight atau reference object). Bacaan back sight ini dapat diset nol, sembarang atau sebesar asimut yang diketahui.
Ketika teodolit dititik 2, bacaan belakangnya adalah hasil bidikan ketitik 1 sedangkan bacaan mukanya adalah hasil bidikan ketitik 3. Ketika teodolit dititik 3, bacaan belakangnya adalah ketitik 2 sedangkan bacaan belakangnya adalah hasil bidikan ketitik 4. Ketika teodolit dititik 4, bacaan belakangnya adalah hasil bidikan ketitik 3 sedangkan bacaan mukanya adalah hasil bidikan ketitik 5. Ketika teodolit dititk 5, bacaan belakngnya adalah hasil bidikan ketitik4 sedangkan bacaan mukanya adalah hasil bidikan ketitik 1. Terakhir, ketika teodolit dititik 1, bacaan belakangnya adalah hasil bidikan ketitik 5 sedangkan bacaan mukanya adalah hasil bidikan ketitik 2. Cara ini berlaku baik untuk posisi biasa maupum luar biasa.
Syarat penutup sudut
Secara geometris jumlah sudut
∑β=(n-2).180° ……………………………………………………………(1)
n adalah jumlah titik sudut poligon
Secara geometris, jumlah sudut luar
∑β=(n+2).180° ……………………………………………………………(2)
n adalah jumlah titik sudut poligon
Contoh 1
Poligon pada gambar 57, jumlah sudut dalam :
∑β=(5-2).180°=540°
Poligon pada gambar 58, jumlah sudut luar :
∑β=(5+2).180°=1260°
Dengan menggunakan syarat geometri sudut tersebut, hasil keseluruhan ukuran sudut (∑β”) dapat dihitung penyimpangannya. Penyimpangan atau kesalahan adalah selisih syarat penutup sudut dengan jumlah sudut ukuran (persamaan 3). Karena berbagai penyebab, hasil ukuran sudut tidaklah tepat menghasilkan angka seperti syarat sudut diatas tetapi biasanya hanya mendekati angka itu. Besarnya penyimpangan bergantung pada ketelitian alat yang digunakan.
Pada sudut dalam
fβ=(n-2).180°-∑β” …………………………………………………..(3)
Pada sudut luar
fβ=(n+2).180°-∑β” …………………………………………………..(4)
fβ : Kesalah ukuran sudut poligon
∑β” : Jumlah Sudut kanan ukuran
Toleransi sudut. Penyimpangan hasil ukuran dinyatakan diterima ataukah tidak dengan cara membandingkannya terhadap toleransi. Jika penyimpangan lebih kecil atau sama dengan batas atas toleransi, ukuran sudut itu diterima namun jika penyimpangannya lebih besar dari batas atas toleransi, ukuran sudut itu ditolak. Hitungan toleransi ukuran sudut mengikuti hukum kompensasi yaitu total kesalahan (acak) yang terjadi adalah ketelitian alat dikalikan dengan akar jumlah kejadiannya.
Toleransi : lfβl ≤C√n …………………………………………………(5)
C : Ketelitian alat, besarnya adalah separuh bacaan terkecil (least count) alat.
N : Jumlah titik poligon.
l..l : Tanda harga mutlak.
Toleransi kesalahan penutup jarak linier (fL), yaitu batas besarnya kesalahan yang masih dapat diterima perbandingan :
Dalam hal ini,
fx = ∑D Sin α ; fx adalah kesalah dari jumlah D Sin α
fy = ∑D Cos α ; fx adalah kesalah dari jumlah D Cos α
4. Tahap kegiatan perhitungan poligon (diatas formulir dihitung poligon) :
a. Jumlah sudut hasil pengukuran poligon; ∑β;
b. Kesalahan pengukuran (fβ) dihitung dengan rumus 3 atau 4; jika kesalahan masuk toleransi, cek hasil ukuran atau penghitungan.
c. Jika kesalah (fβ) toleransi; distribusikan dengan menambahkan kesalahan tersebut kesemua sudut sebesar (fβ/n) ; n adalah banyaknya sudut;
d. Mulai dari asimut awal ( sudut Jurusan) hasil pengukuran dilapangan, hitung asimut semua sisi-sisi poligon dengan rumus :
α(sisi sebelumnya) + β(terkoreksi) - 180°
Catatan : Sudut kanan terbentuk dari bacaan horizontal muka dikurangi bacaan horizontal belakang.
e. Hitung D Sin α dan D Cos α
f. Hitung
g. Hitung ∑ D, apakah 1 ; ∑D/FL toleransi :
h. Jika kesalahan masuk toleransi FL toleransi :
Hitung koreksi (Kxij) dan (Kyij) kesalahn FL kemasing-masing sisi poligon :
Kxij = (Dij/∑D).Fx ; untuk Kyij = (Dij/∑D). Fy
i. Hitung koordinat, masing-masing titik (X,Y) : mulai dari koordinat titik awal, tambahkan secara aljabar, baik untuk X maupun Untuk Y, dengan rumus :
Xj = Xj + Dij Sin αij + Kxij;
Yj = Yj + Dij Cos αij + Kyij;
D. Langkah Kegiatan :
1. Persiapkan peralatan yang dibutuhkan serta periksa kelengkapannya.
2. Tentukan jalur poligon, dan pilih minimal 4 titik yang selanjutnya dipakai sebagai titik-titik poligon.
3. Perhatikan dengan benar syarat-syarat pemilihan titik poligon, diantaranya aman, mudah ditemukan kembali dan sehingga dapat dilihat dari titik-titik di depan dan dibelakangnya.
4. Lakukan pengukuran poligon tertutup itu dengan ketentuan teknis sebagai berikut :
a. Teodolit dengan tingkat ketelitian yang tersedia di laboratoriun STPN;
b. Target dibidik langsung pada titik (paku paying). Jika tidak kelihatan digunakan alat Bantu unting-unting yang dipasang vertical di atas titik. Benang pengait unting-unting tersebut dibidk sebagai target pengukuran;
c. Pengukuran sudut dilakukan dengan 2 seri rangkap, dengan toleransi bacaan antara sudut-sudut yang dihasilkan tidak lebih dari tiga kali ketelitian alat;
d. Pengukuran jarak sisi polygon dilakukan secara dengan pita ukur pergi-pulang;
e. Azimut awal dapat diambil di sembarang titik dengan bantuan kompas dilekatkan pada alat ukun teodolit (azimuth magnetis).
5. Cara penggunaan alat Bantu kompas tersebut sebagai berikut : pasang kompas pada teodolit, seimbangkan posisi pendulum kompas, sehingga – dalam posisi ini – teropong mengarah kea rah utara magnetis. Catat bacaan horizontal pada posisi ini. Akan lebuh menguntungkan apabila pada posisi ini dibuat bacaan horizontal 0°0’0” dengan sekrup limbus piringan horizontal. Selanjutnya bidik titik polygon terdekat (di depan) dan catat bacaan horizontal.
6. Data ukuran dituangkan dalam formulir;
7. Hitung hasil ukuran polygon;
8. Plot koordinat pada kertas millimeter, kemudian pindahkan ke kertas kalkir dengan format yang telah ditentukan.
Sabtu, 02 Januari 2010
WATERPASS : GARIS BIDIK SEJAJAR GARIS ARAH NIVO
WATERPASS : GARIS BIDIK SEJAJAR GARIS ARAH NIVO
Lokasi: Lapangan Bola STPN
A. Tujuan Instruksional Khusus :
Mahasiswa mampu mendeteksi, memperoleh data ukuran untuk melihat kondisi kesejajaran garis bidik dengan garis arah nivo.
B. Alat dan Bahan
1. Waterpass
2. Statif
3. Payung
4. Alat tulis
C. Dasar Teori
Waterpass memerlukan garis bidik yang mendatar, untuk itu kita harus memastikan garis bidik telah benar-benar dalam posisi mendatar. Kondisi ini dapat diketahui dengan bantuan nivo tabung. Andaikan nivo tabung telah terkoreksi dan dalam posisi seimbang maka garis arah nivo mendatar. Apabila garis bidik dapat dibuat sejajar dengan garis arah nivo, maka pada saat nivo seimbang (garis arahnya mendatar) garis bidik akan mendatar.
D. Langkah Kegiatan
1. Persiapkan peralatan yang dibutuhkan serta periksa kelengkapannya. Catat nomor seri alat ukur yang dipergunakan !
2. Ukur tiga buah penggal garis lapangan yang sama panjang (misal 30 m) dan berada dalam garis lurus, selanjutnya tiap titik diberi notasi A, B, C dan D;
3. Ukur beda tinggi antara A dan C, alat berdiri di B. catat bacaan untuk rambu A (ba, btA1 dan bb), dan rambu C (ba, btC1 dan bb). Karena jarak AB=BC, maka (btC1-btA1)=(btC0-btA0); hitung beda tinggi (A-C)1=bt0-btA1
4. Pindahkan instrument ke titik D. catat bacaan untuk rambu A (ba, btA2 dan bb) dan rambu C (ba, btC2 dan bb), hitung beda tinggi (A-C)2=btC2-btA2.
5. Jika (btC1-btA1) tidak sama dengan (btC2-btA2) berarti garis bidik tidak sejajar garis arah nivo;
6. Langkah koreksi dapat dilaksanakan sebagai berikut :
a. Hitung harga koreksi (K) dengan rumus = 3/2 {(btc2 – btA2) – (btC1 – btA1)}
b. Untuk waterpass tanpa sekrup ungkit, arahkan garis bidik pada bacaan ((btA2) – K), pada rambu A dengan memutar skrup koreksi diafragma atas dan bawah dengan pen koreksi (untuk pelaksanaan kegiatan ini hanya didemonsttrasikan oleh instruktur masing-masing).
c. Setelah dikoreksi hasilnya dicatatat : untuk rambu A (ba, btA3 dan bb) dan rambu C (ba, btC3 dan bb)
7. Pengecekan : jika (btC1-btA1)=(btC3-btA3) berarti garis bidik sejajar garis arah nivo.
Lokasi: Lapangan Bola STPN
A. Tujuan Instruksional Khusus :
Mahasiswa mampu mendeteksi, memperoleh data ukuran untuk melihat kondisi kesejajaran garis bidik dengan garis arah nivo.
B. Alat dan Bahan
1. Waterpass
2. Statif
3. Payung
4. Alat tulis
C. Dasar Teori
Waterpass memerlukan garis bidik yang mendatar, untuk itu kita harus memastikan garis bidik telah benar-benar dalam posisi mendatar. Kondisi ini dapat diketahui dengan bantuan nivo tabung. Andaikan nivo tabung telah terkoreksi dan dalam posisi seimbang maka garis arah nivo mendatar. Apabila garis bidik dapat dibuat sejajar dengan garis arah nivo, maka pada saat nivo seimbang (garis arahnya mendatar) garis bidik akan mendatar.
D. Langkah Kegiatan
1. Persiapkan peralatan yang dibutuhkan serta periksa kelengkapannya. Catat nomor seri alat ukur yang dipergunakan !
2. Ukur tiga buah penggal garis lapangan yang sama panjang (misal 30 m) dan berada dalam garis lurus, selanjutnya tiap titik diberi notasi A, B, C dan D;
3. Ukur beda tinggi antara A dan C, alat berdiri di B. catat bacaan untuk rambu A (ba, btA1 dan bb), dan rambu C (ba, btC1 dan bb). Karena jarak AB=BC, maka (btC1-btA1)=(btC0-btA0); hitung beda tinggi (A-C)1=bt0-btA1
4. Pindahkan instrument ke titik D. catat bacaan untuk rambu A (ba, btA2 dan bb) dan rambu C (ba, btC2 dan bb), hitung beda tinggi (A-C)2=btC2-btA2.
5. Jika (btC1-btA1) tidak sama dengan (btC2-btA2) berarti garis bidik tidak sejajar garis arah nivo;
6. Langkah koreksi dapat dilaksanakan sebagai berikut :
a. Hitung harga koreksi (K) dengan rumus = 3/2 {(btc2 – btA2) – (btC1 – btA1)}
b. Untuk waterpass tanpa sekrup ungkit, arahkan garis bidik pada bacaan ((btA2) – K), pada rambu A dengan memutar skrup koreksi diafragma atas dan bawah dengan pen koreksi (untuk pelaksanaan kegiatan ini hanya didemonsttrasikan oleh instruktur masing-masing).
c. Setelah dikoreksi hasilnya dicatatat : untuk rambu A (ba, btA3 dan bb) dan rambu C (ba, btC3 dan bb)
7. Pengecekan : jika (btC1-btA1)=(btC3-btA3) berarti garis bidik sejajar garis arah nivo.
WATERPAS : PENGENALAN, PENGATURAN SUMBU I
WATERPAS : PENGENALAN, PENGATURAN SUMBU I
Lokasi: Lapangan Bola STPN
A. Tujuan Instruksional Khusus
Mahasiswa mampu mengenal secara lansung, bagian-bagian waterpass, cara pengoperasiannya dan fungsinya, mampu mensetup waterpass untuk siap digunakan.
B. Alat dan Bahan :
1. Waterpass
2. Statif
3. Payung
4. Alat Tullis
C. Dasar Teori
1. Waterpassing (penyipatdatar) merupakan metoda penentuan beda tinggi antara titik-titik diatas permukaan bumi ;
2. Tinggi suatu obyek diatas permukaan bumi ditentukan dari suatu bidang referensi, yaitu bidang yang dianggap ketinggiannya nol; misalnya digunakan bidang referensi tersebut dalam geodesi disebut geoid, yaitu bidang equipotensial yang dianggap berimpit dengan permukaan air laut rata-rata (mean sea level). Bidang equipotensial juga disebut bidang nivo, yang selalu tegak lurus dengan arah gaya berat disembarang permukaan bumi. Ada banyak bidang nivo dipermukaan bumi; satu dengan yang lain saling melingkupi. Pengukuran beda tinggi antara 2 titik dipermukaan bumi, pada prinsipnya, pengukuran jarak vertikal antara bidang-bidang nivo yang melalui titik satu dan lainnya. Untuk wilayah yang terbatas luasannya, maka bidang-bidang nivo tersebut dianggap datar, pengukuran ini dapat dilakukan dengan waterpassing;
3. Waterpass (sipat datar)-dalam arti alat ukur-adalah alat ukur yang digunakan untuk penentuan beda tinggi antara titik-titik diatas permukaan bumi.
4. Bagian utama konstruksi alat ukur waterpass terdiri dari : teropong yang dilengkapi dengan benang silang, piringan horizontal (pada alat-alat baru), nivo kotak dan nivo tabung.
5. Untuk mematikan gerakan pada sumbu I, waterpass dilengkapi dengan klem sumbu I (klem horizontal), dan untuk putaran yang halus dilengkapi sekrup penggerak halus.
6. Macam-macam waterpass : (1) tipe semua tetap, dengan dilengkapi sekrup ungkit maupun ungkit, (2) tipe otomatis dan (3) tipe sinar laser.
D. Langkah Kegiatan
1. Persiapkan peralatan yang dibutuhkan serta periksa kelengkapannya. Catat merk, tipe dan nomor seri alat ukur yang dipergunakan !
2. Pilih tempat yang aman untuk mendirikan alat ukur waterpass (tanah tidak rapuh; terhindar dari gangguan lalu lintas, dsb)
3. Dirikan Statif dengan aman dan sesuai dengan keadaan setempat maupun juru ukur.
4. Pasang alat ukur waterpass diatas statif dan eratkan dengan sekrup pengunci hingga aman.
5. Set up waterpass dengan melevelkan, cara ini sama dengan leveling teodolit.
6. Lindungi alat ukur waterpass dari panas langsung maupun air (hujan).
Lokasi: Lapangan Bola STPN
A. Tujuan Instruksional Khusus
Mahasiswa mampu mengenal secara lansung, bagian-bagian waterpass, cara pengoperasiannya dan fungsinya, mampu mensetup waterpass untuk siap digunakan.
B. Alat dan Bahan :
1. Waterpass
2. Statif
3. Payung
4. Alat Tullis
C. Dasar Teori
1. Waterpassing (penyipatdatar) merupakan metoda penentuan beda tinggi antara titik-titik diatas permukaan bumi ;
2. Tinggi suatu obyek diatas permukaan bumi ditentukan dari suatu bidang referensi, yaitu bidang yang dianggap ketinggiannya nol; misalnya digunakan bidang referensi tersebut dalam geodesi disebut geoid, yaitu bidang equipotensial yang dianggap berimpit dengan permukaan air laut rata-rata (mean sea level). Bidang equipotensial juga disebut bidang nivo, yang selalu tegak lurus dengan arah gaya berat disembarang permukaan bumi. Ada banyak bidang nivo dipermukaan bumi; satu dengan yang lain saling melingkupi. Pengukuran beda tinggi antara 2 titik dipermukaan bumi, pada prinsipnya, pengukuran jarak vertikal antara bidang-bidang nivo yang melalui titik satu dan lainnya. Untuk wilayah yang terbatas luasannya, maka bidang-bidang nivo tersebut dianggap datar, pengukuran ini dapat dilakukan dengan waterpassing;
3. Waterpass (sipat datar)-dalam arti alat ukur-adalah alat ukur yang digunakan untuk penentuan beda tinggi antara titik-titik diatas permukaan bumi.
4. Bagian utama konstruksi alat ukur waterpass terdiri dari : teropong yang dilengkapi dengan benang silang, piringan horizontal (pada alat-alat baru), nivo kotak dan nivo tabung.
5. Untuk mematikan gerakan pada sumbu I, waterpass dilengkapi dengan klem sumbu I (klem horizontal), dan untuk putaran yang halus dilengkapi sekrup penggerak halus.
6. Macam-macam waterpass : (1) tipe semua tetap, dengan dilengkapi sekrup ungkit maupun ungkit, (2) tipe otomatis dan (3) tipe sinar laser.
D. Langkah Kegiatan
1. Persiapkan peralatan yang dibutuhkan serta periksa kelengkapannya. Catat merk, tipe dan nomor seri alat ukur yang dipergunakan !
2. Pilih tempat yang aman untuk mendirikan alat ukur waterpass (tanah tidak rapuh; terhindar dari gangguan lalu lintas, dsb)
3. Dirikan Statif dengan aman dan sesuai dengan keadaan setempat maupun juru ukur.
4. Pasang alat ukur waterpass diatas statif dan eratkan dengan sekrup pengunci hingga aman.
5. Set up waterpass dengan melevelkan, cara ini sama dengan leveling teodolit.
6. Lindungi alat ukur waterpass dari panas langsung maupun air (hujan).
PENGUKURAN SUDUT : SERI RANGKAP
PENGUKURAN SUDUT : SERI RANGKAP
Lokasi: halaman depan Laboratorium STPN
A. Tujuan Instruksional Khusus:
Mahasiswa mampu mengukur sudut secara akurat dan cepat dengan menggunakan metoda seri rangkap.
B. Alat dan Bahan
1. Teodolit
2. Statif
3. Patok dan Paku paying
4. Payung
5. Alat Tulis
C. Dasar Teori
Sudut pada bidang horisontal
1. Teodolit adalah instrumen yang digunakan untuk membaca arah pada suatu bidang horizontal dan kemiringan ( inklinasi ) pada suatu bidang vertical.
2. Perbedaan-perbedaan arah beberapa titik yang diamati terbaca dalam skala horizontal. Sudut-sudut yang terbentuk dari beberapa titik tersebut dihitung dari bacaan arah-arah ini. Penting untuk difahami, sudut yang terbentuk pada bidang horizontal seperti yang terlihat pada gambar 48 berikut ini :
3. Jika arah ke titik P dan Q dibaca dari titik R, sudut horizontal yang terbentuk dirumuskan P’RQ’, sudut horizontal yang melalui R bukanlah sudut PRQ. Konsep ini sangat mendasar untuk memahami cara kerja teodolit. Jika sumbu vertical teodolit ini benar-benar vertical, semua sudut yang dihitung adalah sudut-sudut pada bidang horizontal melaui sumbu horizontal instrument.
4. Pengukuran sudut horizontal antara dua buah target merupakan pengukuran paling sederhana dalam traverse. Karena hanya ada dua target, pengukuran relatif singkat, dengan demikian kesalahan residual akibat kevertikalan sumbu dan naik turunnya statif (twisting) secara praktis terhindarkan. Untuk pengukuran yang teliti, umumnya pengamatan dilakukan dalam dua posisi; biasa dan luar biasa; dan dihitung rata-rata keduanya. Setelah setting bacaan nol pada target R.O (Reference object), atau pada bearing yang telah ditentukan, urutan-urutan pengukurannya sebagai berikut:
1. Posisi biasa. Putar searah jarum jam. Amati terget-kiri ( R.O )
2. Posisi biasa. Putar searah jarum jam. Amati target-kanan
3. Posisi luar biasa. Putar berlawanan arah jarum jam. Amati target-kanan
4. Posisi luar biasa. Putar berlawanan arah jarum jam. Amati terget-kiri ( R.O )
5. Pengamatan ini lengkap satu set atau umumnya disebut satu serirangkap. Pada metoda ini diperoleh empat bacaan horizontal dan dua sudut. Sudut yang digunakan untuk hitungan adalah rata-ratanya. Jadi, jika diamati n seri rangkap diperoleh 4n bacaan horizontal dan 2n sudut baik pada posisi biasa maupun luar biasa.
6. Jika diinginkan pengamatan yang lebih akurat, beberapa seri tambahan dapat dilakukan. Seri kedua dapat dilakukan dengan mengubah bidikan R.O menjadi 900. Jika empat seri pengamatan, pengubahan bidikan R.O nya menjadi 00, 450, 900, 1350. Dengan kata lain, jika n set pengamatan dikehendaki, [engubahan bidikan R.O nya berubah dengan interval 1800/ n. Jika mengubah bidikan R.O, bacaan menit detiknya juga harus diubah.
7. Dalam triangulasi dan pekerjaan koordinat polar, umum diukur beberapa target sekaligus dari satu stasiun. Urutannya sama seperti yang dijelaskan diatas kecuali dengan tambahan beberapa target, sebagai berikut:
8. Biasa. Putar searah jarum jam. Amati target- target: 1 ( RO ), 2, 3, 4, 5, ....n. luar biasa. Putar berlawanan arah jarum jam. Amati target-target dengan urutan terbalik: 5, 4, 3, 2, 1 ( RO ). Pengamatan ini lengkap satu set.
9. Jika diinginkan pengamatan yang lebih akurat , beberapa set tambahan dapat saja dilakukan, seperti yang telah diterangkan diatas.
10. Mungkin diinginkan setiap setengah set berakhir pada RO. Dalam kasus ini, setengah set pertama , biasa, putar searahjarum jam, yang urutannya akan menjadi: 1 ( RO ), 2, 3, 4, 5, ..., r, 1 ( RO ). Setengah set keduanya adalah luar biasa, putar berlawanan arah jarum jam, yang urutannya akan menjadi : 1 (RO), 5, 4, 3, 2, 1 ( RO ) . Hasil hitungan diratakan dan setiap perbedaan yang terjadi pada pembacaan R.O diratakan dalam keseluruhan set itu. Jika nivo tabung tergeser selama waktu pengukuran, pembetulan kembali dapat dilakukan pada akhir setenah set, jangan pernah meratakan ditengah-tengah waktu pengamatan setengah set.
Lokasi: halaman depan Laboratorium STPN
A. Tujuan Instruksional Khusus:
Mahasiswa mampu mengukur sudut secara akurat dan cepat dengan menggunakan metoda seri rangkap.
B. Alat dan Bahan
1. Teodolit
2. Statif
3. Patok dan Paku paying
4. Payung
5. Alat Tulis
C. Dasar Teori
Sudut pada bidang horisontal
1. Teodolit adalah instrumen yang digunakan untuk membaca arah pada suatu bidang horizontal dan kemiringan ( inklinasi ) pada suatu bidang vertical.
2. Perbedaan-perbedaan arah beberapa titik yang diamati terbaca dalam skala horizontal. Sudut-sudut yang terbentuk dari beberapa titik tersebut dihitung dari bacaan arah-arah ini. Penting untuk difahami, sudut yang terbentuk pada bidang horizontal seperti yang terlihat pada gambar 48 berikut ini :
3. Jika arah ke titik P dan Q dibaca dari titik R, sudut horizontal yang terbentuk dirumuskan P’RQ’, sudut horizontal yang melalui R bukanlah sudut PRQ. Konsep ini sangat mendasar untuk memahami cara kerja teodolit. Jika sumbu vertical teodolit ini benar-benar vertical, semua sudut yang dihitung adalah sudut-sudut pada bidang horizontal melaui sumbu horizontal instrument.
4. Pengukuran sudut horizontal antara dua buah target merupakan pengukuran paling sederhana dalam traverse. Karena hanya ada dua target, pengukuran relatif singkat, dengan demikian kesalahan residual akibat kevertikalan sumbu dan naik turunnya statif (twisting) secara praktis terhindarkan. Untuk pengukuran yang teliti, umumnya pengamatan dilakukan dalam dua posisi; biasa dan luar biasa; dan dihitung rata-rata keduanya. Setelah setting bacaan nol pada target R.O (Reference object), atau pada bearing yang telah ditentukan, urutan-urutan pengukurannya sebagai berikut:
1. Posisi biasa. Putar searah jarum jam. Amati terget-kiri ( R.O )
2. Posisi biasa. Putar searah jarum jam. Amati target-kanan
3. Posisi luar biasa. Putar berlawanan arah jarum jam. Amati target-kanan
4. Posisi luar biasa. Putar berlawanan arah jarum jam. Amati terget-kiri ( R.O )
5. Pengamatan ini lengkap satu set atau umumnya disebut satu serirangkap. Pada metoda ini diperoleh empat bacaan horizontal dan dua sudut. Sudut yang digunakan untuk hitungan adalah rata-ratanya. Jadi, jika diamati n seri rangkap diperoleh 4n bacaan horizontal dan 2n sudut baik pada posisi biasa maupun luar biasa.
6. Jika diinginkan pengamatan yang lebih akurat, beberapa seri tambahan dapat dilakukan. Seri kedua dapat dilakukan dengan mengubah bidikan R.O menjadi 900. Jika empat seri pengamatan, pengubahan bidikan R.O nya menjadi 00, 450, 900, 1350. Dengan kata lain, jika n set pengamatan dikehendaki, [engubahan bidikan R.O nya berubah dengan interval 1800/ n. Jika mengubah bidikan R.O, bacaan menit detiknya juga harus diubah.
7. Dalam triangulasi dan pekerjaan koordinat polar, umum diukur beberapa target sekaligus dari satu stasiun. Urutannya sama seperti yang dijelaskan diatas kecuali dengan tambahan beberapa target, sebagai berikut:
8. Biasa. Putar searah jarum jam. Amati target- target: 1 ( RO ), 2, 3, 4, 5, ....n. luar biasa. Putar berlawanan arah jarum jam. Amati target-target dengan urutan terbalik: 5, 4, 3, 2, 1 ( RO ). Pengamatan ini lengkap satu set.
9. Jika diinginkan pengamatan yang lebih akurat , beberapa set tambahan dapat saja dilakukan, seperti yang telah diterangkan diatas.
10. Mungkin diinginkan setiap setengah set berakhir pada RO. Dalam kasus ini, setengah set pertama , biasa, putar searahjarum jam, yang urutannya akan menjadi: 1 ( RO ), 2, 3, 4, 5, ..., r, 1 ( RO ). Setengah set keduanya adalah luar biasa, putar berlawanan arah jarum jam, yang urutannya akan menjadi : 1 (RO), 5, 4, 3, 2, 1 ( RO ) . Hasil hitungan diratakan dan setiap perbedaan yang terjadi pada pembacaan R.O diratakan dalam keseluruhan set itu. Jika nivo tabung tergeser selama waktu pengukuran, pembetulan kembali dapat dilakukan pada akhir setenah set, jangan pernah meratakan ditengah-tengah waktu pengamatan setengah set.
PENGUKURAN JARAK OPTIS
Hari/Tanggal: Sabtu, 2 Mei 2009
Lokasi: halaman depan Laboratorium STPN
A. Tujuan Instruksional Khusus:
Mahasiswa mampu mengukur jarak optis secara akurat dan cepat menggunakan teodolit dan kelengkapannya, pada medan datar dan miring.
B. Alat dan Bahan :
1. Teodolit
2. Statif
3. Rambu
4. Patok dan Paku Payung
5. Payung
6. Alat Tulis
C. Dasar Teori
Jarak dan beda tinggi pengamatan tacimetri
Pengukuran tacimetri menghasilkan posisi detail X, Y dan Z secara optis. Data yang diperoleh dari pengukuran adalah bacaan benang rambu, bacaan vertical, bacaan horosontal, dan ketinggian alat; formulanya sebagai berikut,
Dm = 100 ( ba-bb) Cos h
D = Dm Cos h
D = 100 ( ba – bb ) Cos2 h
Karena, z + h = 900
D = 100 ( ba – bb ) Sin2 z
Dm : Jarak miring
D : jarak datar
h : helling
z : zenith
ba : Bacaan benang atas
bt : Bacaan benang tengah
bb : Bacaan benang bawah
Ti : tinggi instrument
D. Langkah Kegiatan
1. Persiapkan peralatanyang dibutuhkan serta periksa kelengkapannya;
2. Pilih dua titik sembarang di atas permukaaan tanah, tandai titik tersebut dengan paku payung;
3. Dirikan teodolit, set up.
4. Pilih satu target ( A ) sembarang berjarak kira-kira 30m dari teodolit berdiri, dan dirikan rambu ukur secara vertical pada tempat tersebut.
5. Bidik pada posisi BIASA rambu ukur tersebut baca ba, bt dan bb pada rambu; bacavertikal serta catat hasil bacaan tersebut pada formulir. Ubah teodolit pada posisi LUAR BIASA, bidik kembali target A, catat jug ba, bt, dan bb pada rambu, dan catat bacaan vertikalnya.
6. Lakukan langkah 4 dan 5 di atas untuk kedudukan rambu ukur pada 2 tempat ( target B, dan C ) yang berbeda;
7. Hitung jarak miring dan jarak datar dari satiun ke titik A, B dan C.
Lokasi: halaman depan Laboratorium STPN
A. Tujuan Instruksional Khusus:
Mahasiswa mampu mengukur jarak optis secara akurat dan cepat menggunakan teodolit dan kelengkapannya, pada medan datar dan miring.
B. Alat dan Bahan :
1. Teodolit
2. Statif
3. Rambu
4. Patok dan Paku Payung
5. Payung
6. Alat Tulis
C. Dasar Teori
Jarak dan beda tinggi pengamatan tacimetri
Pengukuran tacimetri menghasilkan posisi detail X, Y dan Z secara optis. Data yang diperoleh dari pengukuran adalah bacaan benang rambu, bacaan vertical, bacaan horosontal, dan ketinggian alat; formulanya sebagai berikut,
Dm = 100 ( ba-bb) Cos h
D = Dm Cos h
D = 100 ( ba – bb ) Cos2 h
Karena, z + h = 900
D = 100 ( ba – bb ) Sin2 z
Dm : Jarak miring
D : jarak datar
h : helling
z : zenith
ba : Bacaan benang atas
bt : Bacaan benang tengah
bb : Bacaan benang bawah
Ti : tinggi instrument
D. Langkah Kegiatan
1. Persiapkan peralatanyang dibutuhkan serta periksa kelengkapannya;
2. Pilih dua titik sembarang di atas permukaaan tanah, tandai titik tersebut dengan paku payung;
3. Dirikan teodolit, set up.
4. Pilih satu target ( A ) sembarang berjarak kira-kira 30m dari teodolit berdiri, dan dirikan rambu ukur secara vertical pada tempat tersebut.
5. Bidik pada posisi BIASA rambu ukur tersebut baca ba, bt dan bb pada rambu; bacavertikal serta catat hasil bacaan tersebut pada formulir. Ubah teodolit pada posisi LUAR BIASA, bidik kembali target A, catat jug ba, bt, dan bb pada rambu, dan catat bacaan vertikalnya.
6. Lakukan langkah 4 dan 5 di atas untuk kedudukan rambu ukur pada 2 tempat ( target B, dan C ) yang berbeda;
7. Hitung jarak miring dan jarak datar dari satiun ke titik A, B dan C.
PENGUKURAN JARAK : LANGSUNG
PENGUKURAN JARAK : LANGSUNG
Lokasi: halaman depan Laboratorium STPN
A. Tujuan Instruksional Khusus:
Mahasiswa mampu mengukur jarak langsung - dengan menerapkan prinsip-prinsip pengukuran menggunakan peralatan sederhana berupa pita ukur dan alai bantu lain, seperti jalon dan unting-unting, pada medan datar dan miring.
B. Alat dan Balian
1. Meteran
2. Jalon (3 buah)
3. Alat tulis
C. DasarTeori:
1. Jarak antara dua titik dipermukaan bumf dalam ukur tanah didefinisikan sebagai jarak dalarn bidan horisontal yang merupakan jarak terpendek antara dua titik tersebut.
2. Pengukuran jarak langsung dilakukan dengan dua tahap utama pekerjaan, (1) pelurusan arah antara dua titik yang akan diukur, dan (2) pelaksanaan pengukuran, itu sendiri
Jarak (D) = d1 + d2 + d3
3. Pelurusan arah antara dua titik dilakukan apabila jarak yang akan diukur dapat dilakukan dengan sekali membentangkan pita ukur(panjang pita ukur berkisar antara 20 – 50 meter), dan atau permukaan tanahnya tidak mendatar sedemikian rupa sehingga jarak tersebut dipenggal – penggal; setiap penggal dapat dilakukan pengukuran jarak dengan sekali bentangan pita ukur secara mendatar.
4. Pengukuran jarak dilakukan dengan menepatkan skala 0 pita ukur pada ujung awal dan menarik pita ukur secara kencang dan mendatar hingga ujung akhir jarak ( penggalan jarak), serta membacanya skala pada pita ukur pada ujung akhir jarak (penggalan jarak)
5. Ketelitian pengukuran jarak dihitung sebagai selisih pengukuran pergi dan pulang dibagi jarak rerata dari pengukuran pergi dan pulang.
D. Langkah Kegiatan
1. Persiapkan peralatan yang dibutuhkan serta periksa kelengkapannya;
2.Pilih dua titik sembaran dengar ketentuan kira-kira jarak antara keduanya -1 100 meter, kemudian tandai titik-titik tersebut dengan patok atau paku payung
3. Dua orang masing – masing berdiri di kedua titik tersebut dengan jalon yang didirikan secara vertical diatas titik yang besangkutan
4. seorang dengan memegang jalon dengan posisi vertikal, berdiri diantara kedua titik diatas dan dengan diarahkan oleh pemegang rambu dikedua ujung (atau salah satu ujung), menempatkan jalon yang dibawa tersebut sedemikian sehingga ketiga jalon tampak dari ujung-ujung pengukuran sebagai satu jalon serta dalam posisi yang mempu diukur dengan satu bentangan pita ukur yang digunakan
5. Kegiatan pelurusan sebagaimana No 4 dilakukan terhadap bentangan-bentangan lainnya
6. Lakukan pengukuaran langsung dengan menggunakan pita ukur dalam posisi horizontal sebagaimana ditunjukkan pada skema pengukuran (baik dalam kondisi permukaan tanah yang datar maupun miring).
7. Lakukan kegiatan pengukuran jarak langsung diatas kondisi permukaan tanah yang bervariasi (datar, miring, dan antara dua gedung yang lebih dari satu bentangan pita ukur )!
Lokasi: halaman depan Laboratorium STPN
A. Tujuan Instruksional Khusus:
Mahasiswa mampu mengukur jarak langsung - dengan menerapkan prinsip-prinsip pengukuran menggunakan peralatan sederhana berupa pita ukur dan alai bantu lain, seperti jalon dan unting-unting, pada medan datar dan miring.
B. Alat dan Balian
1. Meteran
2. Jalon (3 buah)
3. Alat tulis
C. DasarTeori:
1. Jarak antara dua titik dipermukaan bumf dalam ukur tanah didefinisikan sebagai jarak dalarn bidan horisontal yang merupakan jarak terpendek antara dua titik tersebut.
2. Pengukuran jarak langsung dilakukan dengan dua tahap utama pekerjaan, (1) pelurusan arah antara dua titik yang akan diukur, dan (2) pelaksanaan pengukuran, itu sendiri
Jarak (D) = d1 + d2 + d3
3. Pelurusan arah antara dua titik dilakukan apabila jarak yang akan diukur dapat dilakukan dengan sekali membentangkan pita ukur(panjang pita ukur berkisar antara 20 – 50 meter), dan atau permukaan tanahnya tidak mendatar sedemikian rupa sehingga jarak tersebut dipenggal – penggal; setiap penggal dapat dilakukan pengukuran jarak dengan sekali bentangan pita ukur secara mendatar.
4. Pengukuran jarak dilakukan dengan menepatkan skala 0 pita ukur pada ujung awal dan menarik pita ukur secara kencang dan mendatar hingga ujung akhir jarak ( penggalan jarak), serta membacanya skala pada pita ukur pada ujung akhir jarak (penggalan jarak)
5. Ketelitian pengukuran jarak dihitung sebagai selisih pengukuran pergi dan pulang dibagi jarak rerata dari pengukuran pergi dan pulang.
D. Langkah Kegiatan
1. Persiapkan peralatan yang dibutuhkan serta periksa kelengkapannya;
2.Pilih dua titik sembaran dengar ketentuan kira-kira jarak antara keduanya -1 100 meter, kemudian tandai titik-titik tersebut dengan patok atau paku payung
3. Dua orang masing – masing berdiri di kedua titik tersebut dengan jalon yang didirikan secara vertical diatas titik yang besangkutan
4. seorang dengan memegang jalon dengan posisi vertikal, berdiri diantara kedua titik diatas dan dengan diarahkan oleh pemegang rambu dikedua ujung (atau salah satu ujung), menempatkan jalon yang dibawa tersebut sedemikian sehingga ketiga jalon tampak dari ujung-ujung pengukuran sebagai satu jalon serta dalam posisi yang mempu diukur dengan satu bentangan pita ukur yang digunakan
5. Kegiatan pelurusan sebagaimana No 4 dilakukan terhadap bentangan-bentangan lainnya
6. Lakukan pengukuaran langsung dengan menggunakan pita ukur dalam posisi horizontal sebagaimana ditunjukkan pada skema pengukuran (baik dalam kondisi permukaan tanah yang datar maupun miring).
7. Lakukan kegiatan pengukuran jarak langsung diatas kondisi permukaan tanah yang bervariasi (datar, miring, dan antara dua gedung yang lebih dari satu bentangan pita ukur )!
TEODOLIT : PEMBACAAN RAMBU UKUR
TEODOLIT : PEMBACAAN RAMBU UKUR
Lokasi : halaman depan Laboratorium STPN
A. Tujuan Instruksional Khusus:
Mahasiswa mampu mendirikan rambu ukur dengan benar, membaca rambu ukur dengan tepat dan cepat melalui benang silang yang ada pada teodolit, mendeteksi kesalahan bacaan rambu ukur.
B. Alat dan Bahan
1. Teodolit
2. Statif
3. Rambu
4. Patok dan Paku payung
5. Payung
6. Alat tulis
C. Dasar Teori :
1. Rambu ukur adalah alat bantu dalam pengukuran jarak optis maupun beda tinggi yang bentuk fisiknya berupa mistar dengan panjang (pada umumnya) tiga meter atau enam meter, berskala di dua sisi—sisi kanan dan sisi kiri dan bercat hitam putih atau merah putih. Rambu terbuat dari bahan yang tahan terhadap kondisi lapangan;
2. Kedudukan rambu dalam pengukuran harus benar-benar vertikal diatas titik yang diukur sebagai target pengukuran. Dalam pengukuran waterpas teliti, rambu ukur pada umumnya dilengkapi dengan nivo kotak pada bagian belakangnya - berguna untuk mendeteksi posisi rambu sedemikian hingga benar-benar vertikal serta dan dilengkapi dengan statif rambu
3. Pembacaan rambu terdiri dari empat unit bacaan: meter, decimeter, centimeter dan milimeter (dalam waterpas teliti unit bacaan sampai dengan micro meter). bacaan meter sampai dengan centimeter ditunjukkan pada skalh rambu sedangkan tingkat milimeternya didasarkan oleh perkiraan (estimasi) pengukuran terhadap posisi benang silang (ba. bt dan bb) pada rambu.
D. Langkah Kegiatan
1. Persiapkan peralalatan yang dibutuhkan Berta periksa kelengkapannya;
2. Set up teodolit di atas suatu titik yang anda pilih hingga alat tersebut memenuhi persyaratan untuk pengukuran;
3. Bidikan teropong pada posisi BIASA pada suatu sebuah titik A, catat lingkaran vertikalnya; gambarkan posisi rambu dan posisi benang-benangnya (ba, bt, dan bb);
4. Buat teodolit dalam posisi LUAR BIASA, bidikan kembali ke titik A serta catat lingkaran vertikalnya; gambarkan posisi rambu dan posisi benang¬benangnya (ba, bt, clan bb);
5. Lakukan langkah 3, dan 4 pada titik B , dan C.
Lokasi : halaman depan Laboratorium STPN
A. Tujuan Instruksional Khusus:
Mahasiswa mampu mendirikan rambu ukur dengan benar, membaca rambu ukur dengan tepat dan cepat melalui benang silang yang ada pada teodolit, mendeteksi kesalahan bacaan rambu ukur.
B. Alat dan Bahan
1. Teodolit
2. Statif
3. Rambu
4. Patok dan Paku payung
5. Payung
6. Alat tulis
C. Dasar Teori :
1. Rambu ukur adalah alat bantu dalam pengukuran jarak optis maupun beda tinggi yang bentuk fisiknya berupa mistar dengan panjang (pada umumnya) tiga meter atau enam meter, berskala di dua sisi—sisi kanan dan sisi kiri dan bercat hitam putih atau merah putih. Rambu terbuat dari bahan yang tahan terhadap kondisi lapangan;
2. Kedudukan rambu dalam pengukuran harus benar-benar vertikal diatas titik yang diukur sebagai target pengukuran. Dalam pengukuran waterpas teliti, rambu ukur pada umumnya dilengkapi dengan nivo kotak pada bagian belakangnya - berguna untuk mendeteksi posisi rambu sedemikian hingga benar-benar vertikal serta dan dilengkapi dengan statif rambu
3. Pembacaan rambu terdiri dari empat unit bacaan: meter, decimeter, centimeter dan milimeter (dalam waterpas teliti unit bacaan sampai dengan micro meter). bacaan meter sampai dengan centimeter ditunjukkan pada skalh rambu sedangkan tingkat milimeternya didasarkan oleh perkiraan (estimasi) pengukuran terhadap posisi benang silang (ba. bt dan bb) pada rambu.
D. Langkah Kegiatan
1. Persiapkan peralalatan yang dibutuhkan Berta periksa kelengkapannya;
2. Set up teodolit di atas suatu titik yang anda pilih hingga alat tersebut memenuhi persyaratan untuk pengukuran;
3. Bidikan teropong pada posisi BIASA pada suatu sebuah titik A, catat lingkaran vertikalnya; gambarkan posisi rambu dan posisi benang-benangnya (ba, bt, dan bb);
4. Buat teodolit dalam posisi LUAR BIASA, bidikan kembali ke titik A serta catat lingkaran vertikalnya; gambarkan posisi rambu dan posisi benang¬benangnya (ba, bt, clan bb);
5. Lakukan langkah 3, dan 4 pada titik B , dan C.
Langganan:
Postingan (Atom)