Sabtu, 02 Januari 2010

JARING KONTROL: POLIGON TERTUTUP

JARING KONTROL: POLIGON TERTUTUP

Lokasi: Pengajaran STPN


A. Tujuan Instruksional khusus:
Mahasiswa mampu memasang titik kontrol, mampu mengadakan pengukuran jarak, mampu mengadakan pengukuran sudut, mampu mengadakan asimut awal, mampu menghimpun dan mengolah data hasil ukuran, dan mengetahui cara mendeteksi kesalahan-kesalahan yang mungkin timbul.

B. Peralatan:
1. Teodolit
2. Statif
3. Unting-unting
4. Meteran
5. Kompas (bila perlu)
6. Jalon (bila perlu)
7. Patok dan atau paku payung
8. Payung
9. Alat tulis

C. Daras Teori
1. Poligon adalah rangkaian titik-titik secara berurutan, sebagai kerangka dasar pemetaan. Untuk kepentingan kerangka dasar, titik-titik poligon tersebut harus diketahui atau ditentukan posisi atau koordinatnya.
2. Macam-macam pologon, antara lain:
a. Atas dasar titik ikat: (1) poligon terikat sempurna : poligon yang ujung-ujungnya terikat pada dua titik yang diketahi koordinatnya, (2) poligon terikat sepihak: poligon yang salah satu titik ujungnya terikat atau diketahui koordinatnya, (3) poligon bebas: poligon yang ujung-ujungnya tidak terikat.
b. Atas dasar bentuk: (1) Poligon Terbuka: poligon yang ujungnya tidak saling bertemu satu dengan yang lain, (2) poligon tertutup: poligon yang ujungnya saling bertemu (titik awal dan titik ahir menjadi satu) dan membentuk suatu loop atau kring, (3) poligon cabang: poligon yang merupakan cabang dari poligon yang lain.
c. Atas dasar hirarki dalam pemetaan : (1) poligon yang utama : poligon yang koordinat titik-titiknya diperoleh langsung dari penentuan koordinat titik local atau diikatkan langsung melaui pengukuran dari titik kontrol terdekat. (2) poligon cabang: poligon yang koordinat titik-titiknya diikatkan dari poligon utama.
3. Contoh poligon tertutup dengan jumlah sudut lima titik, dapat dilihat pada gambar dibawah ini.



Arah
pengukuran




Poligon tertutup arah pengukuran
Berlawanan jarum jam.





β4






Poligon tertutup arah pengukuran
Searah jarum jam


Pada setiap pekerjaan poligon tertutup, penting diketahui arah pengukuran poligon. Pada gambar, arah pengukuran poligon berlawanan dengan jarum jam. Konsekuensinya, sudut kanan (β) yang terbentuk adalah sudut dalam. Berbeda dengan poligon pertama, pada gambar, arah pengukuran poligon searah jarum jam sehingga sudut kanan (β) yang terbentuk adalah sudut luar. Perlu diketahui bahwa sudut kanan adalah sudut yang terbentuk dari selisih arah bacaan muka dikurangi arah bacaan belakang (back sight atau reference object). Bacaan back sight ini dapat diset nol, sembarang atau sebesar asimut yang diketahui.
Ketika teodolit dititik 2, bacaan belakangnya adalah hasil bidikan ketitik 1 sedangkan bacaan mukanya adalah hasil bidikan ketitik 3. Ketika teodolit dititik 3, bacaan belakangnya adalah ketitik 2 sedangkan bacaan belakangnya adalah hasil bidikan ketitik 4. Ketika teodolit dititik 4, bacaan belakangnya adalah hasil bidikan ketitik 3 sedangkan bacaan mukanya adalah hasil bidikan ketitik 5. Ketika teodolit dititk 5, bacaan belakngnya adalah hasil bidikan ketitik4 sedangkan bacaan mukanya adalah hasil bidikan ketitik 1. Terakhir, ketika teodolit dititik 1, bacaan belakangnya adalah hasil bidikan ketitik 5 sedangkan bacaan mukanya adalah hasil bidikan ketitik 2. Cara ini berlaku baik untuk posisi biasa maupum luar biasa.

Syarat penutup sudut
Secara geometris jumlah sudut
∑β=(n-2).180° ……………………………………………………………(1)
n adalah jumlah titik sudut poligon
Secara geometris, jumlah sudut luar
∑β=(n+2).180° ……………………………………………………………(2)
n adalah jumlah titik sudut poligon
Contoh 1
Poligon pada gambar 57, jumlah sudut dalam :
∑β=(5-2).180°=540°
Poligon pada gambar 58, jumlah sudut luar :
∑β=(5+2).180°=1260°

Dengan menggunakan syarat geometri sudut tersebut, hasil keseluruhan ukuran sudut (∑β”) dapat dihitung penyimpangannya. Penyimpangan atau kesalahan adalah selisih syarat penutup sudut dengan jumlah sudut ukuran (persamaan 3). Karena berbagai penyebab, hasil ukuran sudut tidaklah tepat menghasilkan angka seperti syarat sudut diatas tetapi biasanya hanya mendekati angka itu. Besarnya penyimpangan bergantung pada ketelitian alat yang digunakan.
Pada sudut dalam
fβ=(n-2).180°-∑β” …………………………………………………..(3)
Pada sudut luar
fβ=(n+2).180°-∑β” …………………………………………………..(4)
fβ : Kesalah ukuran sudut poligon
∑β” : Jumlah Sudut kanan ukuran
Toleransi sudut. Penyimpangan hasil ukuran dinyatakan diterima ataukah tidak dengan cara membandingkannya terhadap toleransi. Jika penyimpangan lebih kecil atau sama dengan batas atas toleransi, ukuran sudut itu diterima namun jika penyimpangannya lebih besar dari batas atas toleransi, ukuran sudut itu ditolak. Hitungan toleransi ukuran sudut mengikuti hukum kompensasi yaitu total kesalahan (acak) yang terjadi adalah ketelitian alat dikalikan dengan akar jumlah kejadiannya.

Toleransi : lfβl ≤C√n …………………………………………………(5)
C : Ketelitian alat, besarnya adalah separuh bacaan terkecil (least count) alat.
N : Jumlah titik poligon.
l..l : Tanda harga mutlak.

Toleransi kesalahan penutup jarak linier (fL), yaitu batas besarnya kesalahan yang masih dapat diterima perbandingan :


Dalam hal ini,
fx = ∑D Sin α ; fx adalah kesalah dari jumlah D Sin α
fy = ∑D Cos α ; fx adalah kesalah dari jumlah D Cos α

4. Tahap kegiatan perhitungan poligon (diatas formulir dihitung poligon) :
a. Jumlah sudut hasil pengukuran poligon; ∑β;
b. Kesalahan pengukuran (fβ) dihitung dengan rumus 3 atau 4; jika kesalahan masuk toleransi, cek hasil ukuran atau penghitungan.
c. Jika kesalah (fβ) toleransi; distribusikan dengan menambahkan kesalahan tersebut kesemua sudut sebesar (fβ/n) ; n adalah banyaknya sudut;
d. Mulai dari asimut awal ( sudut Jurusan) hasil pengukuran dilapangan, hitung asimut semua sisi-sisi poligon dengan rumus :

α(sisi sebelumnya) + β(terkoreksi) - 180°

Catatan : Sudut kanan terbentuk dari bacaan horizontal muka dikurangi bacaan horizontal belakang.
e. Hitung D Sin α dan D Cos α
f. Hitung
g. Hitung ∑ D, apakah 1 ; ∑D/FL toleransi :
h. Jika kesalahan masuk toleransi FL toleransi :
Hitung koreksi (Kxij) dan (Kyij) kesalahn FL kemasing-masing sisi poligon :
Kxij = (Dij/∑D).Fx ; untuk Kyij = (Dij/∑D). Fy
i. Hitung koordinat, masing-masing titik (X,Y) : mulai dari koordinat titik awal, tambahkan secara aljabar, baik untuk X maupun Untuk Y, dengan rumus :
Xj = Xj + Dij Sin αij + Kxij;
Yj = Yj + Dij Cos αij + Kyij;

D. Langkah Kegiatan :
1. Persiapkan peralatan yang dibutuhkan serta periksa kelengkapannya.
2. Tentukan jalur poligon, dan pilih minimal 4 titik yang selanjutnya dipakai sebagai titik-titik poligon.
3. Perhatikan dengan benar syarat-syarat pemilihan titik poligon, diantaranya aman, mudah ditemukan kembali dan sehingga dapat dilihat dari titik-titik di depan dan dibelakangnya.
4. Lakukan pengukuran poligon tertutup itu dengan ketentuan teknis sebagai berikut :
a. Teodolit dengan tingkat ketelitian yang tersedia di laboratoriun STPN;
b. Target dibidik langsung pada titik (paku paying). Jika tidak kelihatan digunakan alat Bantu unting-unting yang dipasang vertical di atas titik. Benang pengait unting-unting tersebut dibidk sebagai target pengukuran;
c. Pengukuran sudut dilakukan dengan 2 seri rangkap, dengan toleransi bacaan antara sudut-sudut yang dihasilkan tidak lebih dari tiga kali ketelitian alat;
d. Pengukuran jarak sisi polygon dilakukan secara dengan pita ukur pergi-pulang;
e. Azimut awal dapat diambil di sembarang titik dengan bantuan kompas dilekatkan pada alat ukun teodolit (azimuth magnetis).
5. Cara penggunaan alat Bantu kompas tersebut sebagai berikut : pasang kompas pada teodolit, seimbangkan posisi pendulum kompas, sehingga – dalam posisi ini – teropong mengarah kea rah utara magnetis. Catat bacaan horizontal pada posisi ini. Akan lebuh menguntungkan apabila pada posisi ini dibuat bacaan horizontal 0°0’0” dengan sekrup limbus piringan horizontal. Selanjutnya bidik titik polygon terdekat (di depan) dan catat bacaan horizontal.
6. Data ukuran dituangkan dalam formulir;
7. Hitung hasil ukuran polygon;
8. Plot koordinat pada kertas millimeter, kemudian pindahkan ke kertas kalkir dengan format yang telah ditentukan.

WATERPASS : GARIS BIDIK SEJAJAR GARIS ARAH NIVO

WATERPASS : GARIS BIDIK SEJAJAR GARIS ARAH NIVO

Lokasi: Lapangan Bola STPN

A. Tujuan Instruksional Khusus :
Mahasiswa mampu mendeteksi, memperoleh data ukuran untuk melihat kondisi kesejajaran garis bidik dengan garis arah nivo.
B. Alat dan Bahan
1. Waterpass
2. Statif
3. Payung
4. Alat tulis
C. Dasar Teori
Waterpass memerlukan garis bidik yang mendatar, untuk itu kita harus memastikan garis bidik telah benar-benar dalam posisi mendatar. Kondisi ini dapat diketahui dengan bantuan nivo tabung. Andaikan nivo tabung telah terkoreksi dan dalam posisi seimbang maka garis arah nivo mendatar. Apabila garis bidik dapat dibuat sejajar dengan garis arah nivo, maka pada saat nivo seimbang (garis arahnya mendatar) garis bidik akan mendatar.








D. Langkah Kegiatan
1. Persiapkan peralatan yang dibutuhkan serta periksa kelengkapannya. Catat nomor seri alat ukur yang dipergunakan !
2. Ukur tiga buah penggal garis lapangan yang sama panjang (misal 30 m) dan berada dalam garis lurus, selanjutnya tiap titik diberi notasi A, B, C dan D;
3. Ukur beda tinggi antara A dan C, alat berdiri di B. catat bacaan untuk rambu A (ba, btA1 dan bb), dan rambu C (ba, btC1 dan bb). Karena jarak AB=BC, maka (btC1-btA1)=(btC0-btA0); hitung beda tinggi (A-C)1=bt0-btA1
4. Pindahkan instrument ke titik D. catat bacaan untuk rambu A (ba, btA2 dan bb) dan rambu C (ba, btC2 dan bb), hitung beda tinggi (A-C)2=btC2-btA2.
5. Jika (btC1-btA1) tidak sama dengan (btC2-btA2) berarti garis bidik tidak sejajar garis arah nivo;
6. Langkah koreksi dapat dilaksanakan sebagai berikut :
a. Hitung harga koreksi (K) dengan rumus = 3/2 {(btc2 – btA2) – (btC1 – btA1)}
b. Untuk waterpass tanpa sekrup ungkit, arahkan garis bidik pada bacaan ((btA2) – K), pada rambu A dengan memutar skrup koreksi diafragma atas dan bawah dengan pen koreksi (untuk pelaksanaan kegiatan ini hanya didemonsttrasikan oleh instruktur masing-masing).
c. Setelah dikoreksi hasilnya dicatatat : untuk rambu A (ba, btA3 dan bb) dan rambu C (ba, btC3 dan bb)
7. Pengecekan : jika (btC1-btA1)=(btC3-btA3) berarti garis bidik sejajar garis arah nivo.

WATERPAS : PENGENALAN, PENGATURAN SUMBU I

WATERPAS : PENGENALAN, PENGATURAN SUMBU I

Lokasi: Lapangan Bola STPN

A. Tujuan Instruksional Khusus
Mahasiswa mampu mengenal secara lansung, bagian-bagian waterpass, cara pengoperasiannya dan fungsinya, mampu mensetup waterpass untuk siap digunakan.

B. Alat dan Bahan :
1. Waterpass
2. Statif
3. Payung
4. Alat Tullis

C. Dasar Teori
1. Waterpassing (penyipatdatar) merupakan metoda penentuan beda tinggi antara titik-titik diatas permukaan bumi ;
2. Tinggi suatu obyek diatas permukaan bumi ditentukan dari suatu bidang referensi, yaitu bidang yang dianggap ketinggiannya nol; misalnya digunakan bidang referensi tersebut dalam geodesi disebut geoid, yaitu bidang equipotensial yang dianggap berimpit dengan permukaan air laut rata-rata (mean sea level). Bidang equipotensial juga disebut bidang nivo, yang selalu tegak lurus dengan arah gaya berat disembarang permukaan bumi. Ada banyak bidang nivo dipermukaan bumi; satu dengan yang lain saling melingkupi. Pengukuran beda tinggi antara 2 titik dipermukaan bumi, pada prinsipnya, pengukuran jarak vertikal antara bidang-bidang nivo yang melalui titik satu dan lainnya. Untuk wilayah yang terbatas luasannya, maka bidang-bidang nivo tersebut dianggap datar, pengukuran ini dapat dilakukan dengan waterpassing;
3. Waterpass (sipat datar)-dalam arti alat ukur-adalah alat ukur yang digunakan untuk penentuan beda tinggi antara titik-titik diatas permukaan bumi.
4. Bagian utama konstruksi alat ukur waterpass terdiri dari : teropong yang dilengkapi dengan benang silang, piringan horizontal (pada alat-alat baru), nivo kotak dan nivo tabung.
5. Untuk mematikan gerakan pada sumbu I, waterpass dilengkapi dengan klem sumbu I (klem horizontal), dan untuk putaran yang halus dilengkapi sekrup penggerak halus.
6. Macam-macam waterpass : (1) tipe semua tetap, dengan dilengkapi sekrup ungkit maupun ungkit, (2) tipe otomatis dan (3) tipe sinar laser.

D. Langkah Kegiatan
1. Persiapkan peralatan yang dibutuhkan serta periksa kelengkapannya. Catat merk, tipe dan nomor seri alat ukur yang dipergunakan !
2. Pilih tempat yang aman untuk mendirikan alat ukur waterpass (tanah tidak rapuh; terhindar dari gangguan lalu lintas, dsb)
3. Dirikan Statif dengan aman dan sesuai dengan keadaan setempat maupun juru ukur.
4. Pasang alat ukur waterpass diatas statif dan eratkan dengan sekrup pengunci hingga aman.
5. Set up waterpass dengan melevelkan, cara ini sama dengan leveling teodolit.
6. Lindungi alat ukur waterpass dari panas langsung maupun air (hujan).

PENGUKURAN SUDUT : SERI RANGKAP

PENGUKURAN SUDUT : SERI RANGKAP

Lokasi: halaman depan Laboratorium STPN


A. Tujuan Instruksional Khusus:
Mahasiswa mampu mengukur sudut secara akurat dan cepat dengan menggunakan metoda seri rangkap.

B. Alat dan Bahan
1. Teodolit
2. Statif
3. Patok dan Paku paying
4. Payung
5. Alat Tulis

C. Dasar Teori











Sudut pada bidang horisontal
1. Teodolit adalah instrumen yang digunakan untuk membaca arah pada suatu bidang horizontal dan kemiringan ( inklinasi ) pada suatu bidang vertical.
2. Perbedaan-perbedaan arah beberapa titik yang diamati terbaca dalam skala horizontal. Sudut-sudut yang terbentuk dari beberapa titik tersebut dihitung dari bacaan arah-arah ini. Penting untuk difahami, sudut yang terbentuk pada bidang horizontal seperti yang terlihat pada gambar 48 berikut ini :
3. Jika arah ke titik P dan Q dibaca dari titik R, sudut horizontal yang terbentuk dirumuskan P’RQ’, sudut horizontal yang melalui R bukanlah sudut PRQ. Konsep ini sangat mendasar untuk memahami cara kerja teodolit. Jika sumbu vertical teodolit ini benar-benar vertical, semua sudut yang dihitung adalah sudut-sudut pada bidang horizontal melaui sumbu horizontal instrument.
4. Pengukuran sudut horizontal antara dua buah target merupakan pengukuran paling sederhana dalam traverse. Karena hanya ada dua target, pengukuran relatif singkat, dengan demikian kesalahan residual akibat kevertikalan sumbu dan naik turunnya statif (twisting) secara praktis terhindarkan. Untuk pengukuran yang teliti, umumnya pengamatan dilakukan dalam dua posisi; biasa dan luar biasa; dan dihitung rata-rata keduanya. Setelah setting bacaan nol pada target R.O (Reference object), atau pada bearing yang telah ditentukan, urutan-urutan pengukurannya sebagai berikut:
1. Posisi biasa. Putar searah jarum jam. Amati terget-kiri ( R.O )
2. Posisi biasa. Putar searah jarum jam. Amati target-kanan
3. Posisi luar biasa. Putar berlawanan arah jarum jam. Amati target-kanan
4. Posisi luar biasa. Putar berlawanan arah jarum jam. Amati terget-kiri ( R.O )
5. Pengamatan ini lengkap satu set atau umumnya disebut satu serirangkap. Pada metoda ini diperoleh empat bacaan horizontal dan dua sudut. Sudut yang digunakan untuk hitungan adalah rata-ratanya. Jadi, jika diamati n seri rangkap diperoleh 4n bacaan horizontal dan 2n sudut baik pada posisi biasa maupun luar biasa.
6. Jika diinginkan pengamatan yang lebih akurat, beberapa seri tambahan dapat dilakukan. Seri kedua dapat dilakukan dengan mengubah bidikan R.O menjadi 900. Jika empat seri pengamatan, pengubahan bidikan R.O nya menjadi 00, 450, 900, 1350. Dengan kata lain, jika n set pengamatan dikehendaki, [engubahan bidikan R.O nya berubah dengan interval 1800/ n. Jika mengubah bidikan R.O, bacaan menit detiknya juga harus diubah.
7. Dalam triangulasi dan pekerjaan koordinat polar, umum diukur beberapa target sekaligus dari satu stasiun. Urutannya sama seperti yang dijelaskan diatas kecuali dengan tambahan beberapa target, sebagai berikut:
8. Biasa. Putar searah jarum jam. Amati target- target: 1 ( RO ), 2, 3, 4, 5, ....n. luar biasa. Putar berlawanan arah jarum jam. Amati target-target dengan urutan terbalik: 5, 4, 3, 2, 1 ( RO ). Pengamatan ini lengkap satu set.
9. Jika diinginkan pengamatan yang lebih akurat , beberapa set tambahan dapat saja dilakukan, seperti yang telah diterangkan diatas.
10. Mungkin diinginkan setiap setengah set berakhir pada RO. Dalam kasus ini, setengah set pertama , biasa, putar searahjarum jam, yang urutannya akan menjadi: 1 ( RO ), 2, 3, 4, 5, ..., r, 1 ( RO ). Setengah set keduanya adalah luar biasa, putar berlawanan arah jarum jam, yang urutannya akan menjadi : 1 (RO), 5, 4, 3, 2, 1 ( RO ) . Hasil hitungan diratakan dan setiap perbedaan yang terjadi pada pembacaan R.O diratakan dalam keseluruhan set itu. Jika nivo tabung tergeser selama waktu pengukuran, pembetulan kembali dapat dilakukan pada akhir setenah set, jangan pernah meratakan ditengah-tengah waktu pengamatan setengah set.

PENGUKURAN JARAK OPTIS

Hari/Tanggal: Sabtu, 2 Mei 2009
Lokasi: halaman depan Laboratorium STPN


A. Tujuan Instruksional Khusus:
Mahasiswa mampu mengukur jarak optis secara akurat dan cepat menggunakan teodolit dan kelengkapannya, pada medan datar dan miring.

B. Alat dan Bahan :
1. Teodolit
2. Statif
3. Rambu
4. Patok dan Paku Payung
5. Payung
6. Alat Tulis

C. Dasar Teori










Jarak dan beda tinggi pengamatan tacimetri
Pengukuran tacimetri menghasilkan posisi detail X, Y dan Z secara optis. Data yang diperoleh dari pengukuran adalah bacaan benang rambu, bacaan vertical, bacaan horosontal, dan ketinggian alat; formulanya sebagai berikut,
Dm = 100 ( ba-bb) Cos h
D = Dm Cos h
D = 100 ( ba – bb ) Cos2 h
Karena, z + h = 900
D = 100 ( ba – bb ) Sin2 z
Dm : Jarak miring
D : jarak datar
h : helling
z : zenith
ba : Bacaan benang atas
bt : Bacaan benang tengah
bb : Bacaan benang bawah
Ti : tinggi instrument

D. Langkah Kegiatan
1. Persiapkan peralatanyang dibutuhkan serta periksa kelengkapannya;
2. Pilih dua titik sembarang di atas permukaaan tanah, tandai titik tersebut dengan paku payung;
3. Dirikan teodolit, set up.
4. Pilih satu target ( A ) sembarang berjarak kira-kira 30m dari teodolit berdiri, dan dirikan rambu ukur secara vertical pada tempat tersebut.
5. Bidik pada posisi BIASA rambu ukur tersebut baca ba, bt dan bb pada rambu; bacavertikal serta catat hasil bacaan tersebut pada formulir. Ubah teodolit pada posisi LUAR BIASA, bidik kembali target A, catat jug ba, bt, dan bb pada rambu, dan catat bacaan vertikalnya.
6. Lakukan langkah 4 dan 5 di atas untuk kedudukan rambu ukur pada 2 tempat ( target B, dan C ) yang berbeda;
7. Hitung jarak miring dan jarak datar dari satiun ke titik A, B dan C.

PENGUKURAN JARAK : LANGSUNG

PENGUKURAN JARAK : LANGSUNG

Lokasi: halaman depan Laboratorium STPN


A. Tujuan Instruksional Khusus:
Mahasiswa mampu mengukur jarak langsung - dengan menerapkan prinsip-prinsip pengukuran menggunakan peralatan sederhana berupa pita ukur dan alai bantu lain, seperti jalon dan unting-unting, pada medan datar dan miring.

B. Alat dan Balian
1. Meteran
2. Jalon (3 buah)
3. Alat tulis

C. DasarTeori:
1. Jarak antara dua titik dipermukaan bumf dalam ukur tanah didefinisikan sebagai jarak dalarn bidan horisontal yang merupakan jarak terpendek antara dua titik tersebut.
2. Pengukuran jarak langsung dilakukan dengan dua tahap utama pekerjaan, (1) pelurusan arah antara dua titik yang akan diukur, dan (2) pelaksanaan pengukuran, itu sendiri







Jarak (D) = d1 + d2 + d3
3. Pelurusan arah antara dua titik dilakukan apabila jarak yang akan diukur dapat dilakukan dengan sekali membentangkan pita ukur(panjang pita ukur berkisar antara 20 – 50 meter), dan atau permukaan tanahnya tidak mendatar sedemikian rupa sehingga jarak tersebut dipenggal – penggal; setiap penggal dapat dilakukan pengukuran jarak dengan sekali bentangan pita ukur secara mendatar.
4. Pengukuran jarak dilakukan dengan menepatkan skala 0 pita ukur pada ujung awal dan menarik pita ukur secara kencang dan mendatar hingga ujung akhir jarak ( penggalan jarak), serta membacanya skala pada pita ukur pada ujung akhir jarak (penggalan jarak)
5. Ketelitian pengukuran jarak dihitung sebagai selisih pengukuran pergi dan pulang dibagi jarak rerata dari pengukuran pergi dan pulang.

D. Langkah Kegiatan
1. Persiapkan peralatan yang dibutuhkan serta periksa kelengkapannya;
2.Pilih dua titik sembaran dengar ketentuan kira-kira jarak antara keduanya -1 100 meter, kemudian tandai titik-titik tersebut dengan patok atau paku payung
3. Dua orang masing – masing berdiri di kedua titik tersebut dengan jalon yang didirikan secara vertical diatas titik yang besangkutan
4. seorang dengan memegang jalon dengan posisi vertikal, berdiri diantara kedua titik diatas dan dengan diarahkan oleh pemegang rambu dikedua ujung (atau salah satu ujung), menempatkan jalon yang dibawa tersebut sedemikian sehingga ketiga jalon tampak dari ujung-ujung pengukuran sebagai satu jalon serta dalam posisi yang mempu diukur dengan satu bentangan pita ukur yang digunakan
5. Kegiatan pelurusan sebagaimana No 4 dilakukan terhadap bentangan-bentangan lainnya
6. Lakukan pengukuaran langsung dengan menggunakan pita ukur dalam posisi horizontal sebagaimana ditunjukkan pada skema pengukuran (baik dalam kondisi permukaan tanah yang datar maupun miring).
7. Lakukan kegiatan pengukuran jarak langsung diatas kondisi permukaan tanah yang bervariasi (datar, miring, dan antara dua gedung yang lebih dari satu bentangan pita ukur )!

TEODOLIT : PEMBACAAN RAMBU UKUR

TEODOLIT : PEMBACAAN RAMBU UKUR

Lokasi : halaman depan Laboratorium STPN


A. Tujuan Instruksional Khusus:
Mahasiswa mampu mendirikan rambu ukur dengan benar, membaca rambu ukur dengan tepat dan cepat melalui benang silang yang ada pada teodolit, mendeteksi kesalahan bacaan rambu ukur.

B. Alat dan Bahan
1. Teodolit
2. Statif
3. Rambu
4. Patok dan Paku payung
5. Payung
6. Alat tulis

C. Dasar Teori :
1. Rambu ukur adalah alat bantu dalam pengukuran jarak optis maupun beda tinggi yang bentuk fisiknya berupa mistar dengan panjang (pada umumnya) tiga meter atau enam meter, berskala di dua sisi—sisi kanan dan sisi kiri dan bercat hitam putih atau merah putih. Rambu terbuat dari bahan yang tahan terhadap kondisi lapangan;
2. Kedudukan rambu dalam pengukuran harus benar-benar vertikal diatas titik yang diukur sebagai target pengukuran. Dalam pengukuran waterpas teliti, rambu ukur pada umumnya dilengkapi dengan nivo kotak pada bagian belakangnya - berguna untuk mendeteksi posisi rambu sedemikian hingga benar-benar vertikal serta dan dilengkapi dengan statif rambu
3. Pembacaan rambu terdiri dari empat unit bacaan: meter, decimeter, centimeter dan milimeter (dalam waterpas teliti unit bacaan sampai dengan micro meter). bacaan meter sampai dengan centimeter ditunjukkan pada skalh rambu sedangkan tingkat milimeternya didasarkan oleh perkiraan (estimasi) pengukuran terhadap posisi benang silang (ba. bt dan bb) pada rambu.

D. Langkah Kegiatan
1. Persiapkan peralalatan yang dibutuhkan Berta periksa kelengkapannya;
2. Set up teodolit di atas suatu titik yang anda pilih hingga alat tersebut memenuhi persyaratan untuk pengukuran;
3. Bidikan teropong pada posisi BIASA pada suatu sebuah titik A, catat lingkaran vertikalnya; gambarkan posisi rambu dan posisi benang-benangnya (ba, bt, dan bb);
4. Buat teodolit dalam posisi LUAR BIASA, bidikan kembali ke titik A serta catat lingkaran vertikalnya; gambarkan posisi rambu dan posisi benang¬benangnya (ba, bt, clan bb);
5. Lakukan langkah 3, dan 4 pada titik B , dan C.

TEODOLITE : KESALAHAN INDEKS VERTIKAL MINIMAL

TEODOLITE : KESALAHAN INDEKS VERTIKAL MINIMAL

Lokasi : Halaman depan Laboratorium STPN

A. Tujuan Instruksional Khusus
Mahasiswa mampu mendeteksi kesalahan indeks vertikal teodolit, mampu menghitung penyimpangannya, dan mampu mendemonstrasikan prosedur eliminasi kesalahan indeks vertikal ini.

B. Alat dan Perlengkapan
1. Teodolite
2. Statif
3. Unting-unting
4. Patok dan Paku paying
5. Payung
6. Alat Tulis

C. Dasar Teori
1. Kesalahan indeks vertikal terjadi apabila saat garis bidik teropong betul-betul mendatar, pembacaan lingkaran vertikal tidak menunjukkan 90/270˚ (posisi B dan LB).
2. Besarnya kesalahan indeks vertical, P=180˚-{1/2 (B+LB)}

D. Langkah Kegiatan
1. Set Up teodolite diatas suatu titik yang anda pilih hingga alat tersebut memenuhi persyaratan dalam pengukuran.
2. Buat 3 titik target ( A, B, dan C );
3. Bidikan teropong pada posisi BIASA pada suatu sbuah titik A, baca lingkaran vertikal; gunakan formulir.
4. Lakukan langkah 3 untuk titik B, dan C.
5. Buat teropong dalam posisi LUAR BIASA bidikan kembali ke titik C, B, dan A, baca lingkaran vertikalnya.
6. Hitung harga P (kesalahan indeks) untuk tiap target; hitung pula rata-ratanya.

TEODOLITE : GARIS BIDIK TEGAK LURUS SUMBU II ( KESALAHAN INDEKS HORIZONTAL )

TEODOLITE : GARIS BIDIK TEGAK LURUS SUMBU II
( KESALAHAN INDEKS HORIZONTAL )
Hari / Tanggal : Sabtu, 2 Mei 2009
Lokasi : Halaman depan Laboratorium STPN


A. Tujuan Instruksional Khusus
Mahasiswa mampu mendeteksi garis bidik tidak tegak lurus sumbu II, mampu menghitung penyimpangannya, dan mampu mendemonstrasikan prosedur eliminasi kesalahan kolimasi horisontal ini.

B. Alat dan Perlengkapan
1. Teodolite
2. Statif
3. Unting-unting
4. Patok dan Paku payung
5. Payung
6. Alat tulis

C. Dasar Teori
1. Kesalahan garis bidik yang tegak lurus terhadap sumbu II disebut kesalahan kolimasi. Kesalahan ini termasuk dalam kategori keslahan sistematis; untuk menghilangkannya dapat dilakukan dengan pengaturan teodolite.
2. Kesalahan kolimasi dihitung dengan :
2β = 180˚- ( B – LB )
β = [ 180˚ - ( B – LB )] /2
β = kesalahan kolimasi
B dan LB : masing-masing adalah bacaan horisontal biasa dan luar biasa
D. Langkah Kegiatan
1. Siapkan alat ukur dan perlengkapanya. Catat nomor seri alat ukur teodolite yang digunakan.
2. Tentukan/ pilih satu titik dan dirikan alat ukur teodolite diatas titik tersebut.
3. Set up teodolit.
4. Tentukan 3 (missal A, B, dan C) titik di sembarang tempat yang akan dijadikan target pengamatan. Tandai titik-titik tersebut dengan tanda silang atau paku payung atau spidol. Titik A (referensi) dipilih titik yang paling kiri, titik C titik yang paling kanan.
5. Bidik target A (langkah 4) dalam posisi teropong BIASA (piringan vertikal di sebelah kiri pengamat), kemudian baca dan catat bacaan horizontalnya, serta catat bacaan vertikalnya (gunakan formulir).
6. Lakukan kegiatan langkah 5 diatas untuk titik B, dan C.
7. Putar teropong menjadi LUAR BIASA (piringan vertikal disebelah kanan pengamat).
8. Bidik target yang paling “kiri” (yang dibuat dilangkah 4) dalam posisi BIASA (piringan vertikal disebelah kiri pengamat), kemudian baca dan catat besarnya bacaan horisontal, serta bacaan vertikal.

TEODOLIT : PEMBACAAN PIRINGAN

TEODOLIT : PEMBACAAN PIRINGAN
Hari/Tanggal : Sabtu, 2 Mei 2009
Lokasi : Halaman depan Laboratorium STPN

A. Tujuan Instruksional Khusus
1. Mahasiswa mampu membidik target dan akurasi dan presisi tinggi, mampu membedakan posisi biasa dan luarbiasa.
2. Mahasiswa mampu melalukan pembacaan-pembacaan piringan horizontal dan vertical secara tepat dan cepat.
B. Peralatan
1. Teodolit
2. Statif
3. Unting-unting
4. Patok dan atau paku payung
5. Payung
6. Alat tulis
C. Dasar Teori :
1. Pembacaan horizontal adalah pembacaan angka pada piringan horizontal, sedangkan pembacaan vertical adalah pembacaan angka pada piringan vertical, selain teodolit elektronik (total station), sistem pembacaan lingkaran horizontal maupun vertical pada alat ukur teodolit dapat dibagi dalam (empat) macam, yaitu :
a. Garis lurus
b. Garis lurus dan skala
c. Nonius
d. Mikrometer
System pembacaan (a) sampai (c) untuk teodit dengan ketelitian rendah, sedangkan sisem pembacaa (d) untuk teodolit dengan ketelitian tinggi.
2. System pembacaan pada alat ukur teodolit :
a. Garis lurus. Lingkaran pembacaan hanya ada garis-garis pembagian derajat dan pembagian terkecil dalam satu derajat dibagi menjadi enam kolom. Garis pembacaan dinamakan garis indeks yang ada di depan lensa mikroskop pambacaan – pembacaan. Angka yang menunjukan hanyalah menit diperkirakan.
b. Nonius. Nonius adalah skala sebagai alat bantu pembacaan pada piringan vertikal maupun horizontal agar diperoleh perkiraan pembacaan yang relatif lebih teliti. Garis skala nol nonius berlaku sebagai garis indeks. Besarnya kesatuan nonius perlu dicari untuk mengetahui besar atau kolom dan skala nonius . Contoh mencari kesatuan nonius : misal besar harga satu kolom lingkar R = 10” ; banyaknya kolom nonius (n) = 30, maka kesatuan nonius =R/n = 10/30 = 20”. Banyaknya menit dan detik dicari dengan melihat garis nonius mana yang tepat berimpit dengan garis skala lingkaran.
c. Mikrometer adalah prisma yang dipasang di depan lensa mikroskop pembacaan. Prisma ini berfungsi memanipulasi sinar piringan skala, sedangkan sistaem pembacaanya, sebenarnya, adalah sistem nonius. Garis indeks pada sistem pembacaan micrometer berupa dua buah garis sejajar yang pembacaannya baru bisa dilakukan apabila salah satu garis skala lingkaran telah masuk di tengah antara dua garis indeks. Cara memasukan garis skala termasuk ke garis indeks menggunakan mikrometer.
d. Pembacaan ganda atau coincident system pembacaan ganda adalah sistem dimana dua buah pembacaan terdapat dalam piringan yang sama dengan menggunakan manipulasi sinar yang masuk pada piranti alat pembacaan alat teodolit. Pada sistem pembacaan ganda yang dilengkapi dengan mikrometer, skala atas dan bawah, atau kiri dan kanan, harus diimpitkan terlebih dahulu dengan menggunakan sekrup mikrometer tersebut. Apabila tidak dilengkapi dengan mikrometer, maka sebagai indeks untuk pembacaan adalah angka yang saling berhadapan dan selisih 1800.
D. Langkah Kegiatan :
1. Siapkan alat ukur dan perlengkapannya. Catat nomor seri alat ukur teodolit yang digunakan.
2. Tentukan/pilih satu titik dan dirikan alat ukur teodolit di atas titik tersebut.
3. Teodolit di set up.
4. Tentukan 3 (misal A, B, dan C) titik disembarang tempat yang akan dijadikan target pengamatan. Tandai titik-titik tersebut dengan tanda silang atau paku payung atau spidol. Titik A (referensi) dipilih titik yang paling kiri, titik C titik yang paling kanan.
5. Bidik target A (langkah 4) dalam posisi teropong BIASA (piringan vertical di sebelah kiri pengamat), kemudian baca dan catat bacaan horisontalnya, serta catat bacaan vertikalnya (gunakan formulir).
6. Lakukan kegiatan langkah 5 di atas untuk titik B, dan C.
7. Putar teropong menjadi LUAR BIASA (piring vertical di sebelah kiri pengamat).
8. Bidik target C, kemudian baca, catat bacaan horisontalnya, serta catat pula bacaan vertikalnya. Lanjutkan untuk target B, dan terakhir di target A (urutan dibalik).

TEODOLIT : SET UP (LEVELING, SENTERING, ELLIMINASI PARALAKS)

TEODOLIT : SET UP (LEVELING, SENTERING, ELLIMINASI PARALAKS)
Hari/Tanggal: Sabtu, 2 Mei 2009
Lokasi : Halaman depan Laboratorium STPN


A. Tujuan Instruksional Khusus:
1. Mahasiswa mampu melakukan pengaturan alat ukur teodolit sedemikian rupa sehingga kedudukannya tepat vertikal (sumbu I vertikal) di atas titik yang akan dilakukan pengukuran.
2. Di medan sederhana (datar ), mahasiswa mampu mendemonstrasikan pengaturan sumbu I vertikal (leveling), dan sentering baik metode optis maupun metoda unting-unting dalam waktu kurang dari 5 menit. Mahasiswa mampu mengkoordinasikan skrup-skrup teodolit (ABC) dengan skrup kaki statif dalam rangka leveling dan sentering tadi; dan mampu membedakan tahapan-tahapan kedua metode itu.

B. Peralatan :
1. Teodolit
2. Statif
3. Patok dan atau paku payung
4. Payung
5. Alat tulis

C. Dasar teori :
1. Konstruksi alat ukur teodolit terdiri dari 2 (dua) sumbu yang saling tegak lurus yaitu sumbu vertikal (sumbu I) dan sumbu horisontal (sumbu II).
2. Syarat utama pemakaian alat ukur teodolit. Tiga syarat utama pemakaian alat ukur teodolit adalah
a. Sumbu I vertikal
b. Garis bidik tegak lurus sumbu II
c. Kesalahan indeks vertikal mendekati nol.
3. Menset teodolit untuk pengamatan ada 3 tahapan:
a. Leveling up : prosedur membuat sumbu satu I benar-benar vertikal;
b. Sentering : proses membawa titik tengah sumbu teodolit (sumbu I / sumbu vertikal) secara vertikal di atas titik pengamatan;
c. Eliminasi paralaks: pemfokusan teleskop untuk memastikan bayangan target tepat berada di benang silang.
4. Kesalahan hasil pengukuran yang disebabkan oleh sumbu I teodolit tidak vertikal tidak dapat dihilangkan dengan melakukan rata-rata hasil pengamatan BIASA dan LUAR BIASA. Dengan demikian, persyaratan sumbu I vertikal ini mutlak harus dipenuhi setiap pengukuran.

D. Langkah Kegiatan
Tahapan leveling sebagai berikut:
1. Persiapkan peralatan yang dibutuhkan serta periksa kelengkapannya. Catat nomor seri alat ukur yang dipergunakan;
2. Pilih tempat yang aman untuk didirikan teodolit (tanah tidak rapuh, jauh dari gangguan lalulintas, dsb);
3. Pilih sebuah titik dan tandai dengan patok yang dipasang paku payung pada bagian atasnya;
4. Dirikan statif dan sesuaikan dengan tinggi juru ukur;
5. Pasang teodolit di atas statif, dan eratkan/putar dengan sekrup pengunci hingga stabil;
6. Orientasikan teodolit tersebut dengan unting-unting atau dengan sentering optis sedemikian rupa sehingga mendekati tepat di atas titik yang telah ditandai dengan patok ber-paku payung;
7. Atur gelembung nivo kotak ke tengah dengan skrup A, B dan C sebagaimana ditunjuk pada skema berikut: gelembung nivo dari posisi 1 ke posisi 2 diatur dengan sekrup A dan B; gelembung nivo dari posisi 2 ke posisi 3 diatur dengan sekrup C, dan dicek dalam posisi teropong yang saling berlawanan. Dalam sembarang posisi teropong, kedudukan nivo kotak, tetap di tengah seperti ditunjukkan pada gambar 1 (iv) .

i. Posisi 1 ii. Posisi 2









iii Posisi 3 iv Posisi 4











8. Dengan cara yang sama, seperti halnya mengatur nivo kotak, atur nivo tabung sedemikian rupa sehingga posisinya tepat di tengah-tengah. Dengan selesainya tahap 8, teodolit sudah leveling, artinya sumbu I telah vertikal tetapi kondisi ini belum siap digunakan. Selain sumbu I vertikal, sumbu I harus tepat di tengah-tengah titik pengamatan (patok berpaku). Dengan demikian proses setup levelling dan sentering ini menjadi tidak sederhana, perlu latihan yang intensif.

Secara rinci tahapan sentering optis sebagai berikut:
1. Pasang patok di tempat yang aman, beri tanda silang atau titik di bagian tengahnya, bisa ditancapkan paku seng.
2. Siapkan statif, buku ketiga klemnya. Tarik kaki statif sedemikian hingga panjangnya sesuai dengan tinggi pengukur, kurang lebih setinggi dagu. Lalu, putar kencangkang secukupnya klem statif dan dirikan statif;
3. Pasang teodolit pada statif dan putar secukupnya sekrup penghubung statif teodolit.
4. Putar sekrup ABC (26) sehingga berposisi “normal” atau tengah-tengah. Tidak ada kepastian mana yang skrup A, B, atau C dari ketiga sekrup tersebut. Pilihannya relatif dan terserah Pengamat.
5. Angkat statif dan dirikan diatas patok yang telah ditancapkan di tanah, perkirakan kaki statif membentuk segitiga sama kaki dan tinggi teodolit sesuai dengan mata pengukur;
6. Amati patok dengan optical plument (1) sedemikian rupa sehingga benang silang optical plumment mendekati tanda dengan patok. Bersamaan dengan itu, perkirakan dengan mata posisi bagian bawah teodolit mendatar;
7. Tancapkan ketiga kaki dengan menginjak statif bagian bawah;
8. Tengahkan / impitkan kembali tanda tengah mikroskop dan tanda tengah patok dengan memutar skrup ABC;
9. Amati nivo kotanya (24), tengahkan gelembungnya dengan menggunakan sekrup kaki-kaki statif yang paling “efektif” secara bergantian dinaikanturunkan secara seimbang. Leveling pendekatan dilakukan dengan bantuan sekrup kaki statif dalam tahapan mengetengahkan gelembung nivo kotak. Oleh karena itu, perlu dipilih sekrup mana yang dikendorkan untuk menaikan atau menurunkan kaki statif. Agar efektif pergeserannya, pilihlah sekrup yang sejajar dengan gelembung nivo-tengah nivo;
10. Amati nivo tabung, tengahkan gelembungnya dengan menggunakan sekrup ABC dengan metode “penyikuan” kemudian putar pada sembarang posisi, (lihat cara leveling).
11. Amati apakah tanda tengah optikal plummet (1) apakah masih berhimpit dengan tanda tengah patok ? Jika ya, maka teodolit siap digunakan. Jika belum, impitkan lagi dengan cara membuka sekrup statif-teodolit lalu geser teodolit sambil diamati melaui optical plummet tadi.
12. Amati nivo tabungnya, jika bergeser tengahkan dengan cara seperti pada tahap 10.
Secara rinci tahapan sentering unting-unting sebagai berikut:
1. Tahap 1 sampai dengan 5 sama dengan sentering optis;
2. Tepatkan unting-unting yang bebas bergantung ke tengah-tengah patok (Gb 38) denagn cara menggeser-geser kaki statif;
3. Amati nivo tabung, tengahkan sekrup ABC dengan prinsip “siku-siku”, kemudian putar pada sembarang posisi.
4. Jika nivo masih berada di tengah-tengah pada sembarang posisi, teodolit telah sentering.

Elliminasi paralaks.
Tahapan eliminasi paralaks : agar terhidar dari paralaks ini, benang silang atau stadia hendaknya difokuskan secara hati-hati dengan eyepiece (19); yang terletak dekat lensa okuler; sehingga benang silang itu jelas dan tajam. Untuk membantu melakukannya bisa dengan mengarahkan teleskop ke arah langit atau ke permukaan cerah yang seragam. Putar sekrup eyepiece sehingga benang silang tajam-hitam, ini berarti skala dioptrik lensa telah diset tepat, sesuai dengan mata pengamat. Sekali terpenuhi, kondisi ini akan konstan untuk semua bidikan.
Untuk mengecek paralaks, pengamat menggerakan kepala sedikit dari beberapa sudut pandang. Jika ada gerakan antara target dan benang silang, lengan focusing lensa dalam (16) digunakan untuk mengoreksinya. Jika gagal, teleskop diarahkan lagi ke langit dan pemfokusan eyepiece dicek lagi. Umumnya, dengan hanya sedikit gerakan lengan focusing, paralaks sudah bisa dikoreksi.

PENGENALAN:THEODOLIT

TEODOLIT: PENGENALAN
Hari/Tanggal: Sabtu, 2 Mei 2009
Lokasi : Halaman depan Laboratorium STPN


A. Tujuan Instruksional Khusus:
1. Mahasiswa mengamati secara langsung jenis alat ukur sudut dan perlengkapannya, bagian-bagian, fungsi dan pengoperasian dalam pengukuran sudut.
2. Mahasiswa mampu menujukkan bagian-bagian teodolit, statif, untuing-unting dan mengetahui fungsi-fungsinya; mengetahui bagian bawah, bagian tengah dan bagian atas teodolit ; skrup-skrup pengunci, skrup penggerak halus, lensa-lensa, Berta mempu mengamati perubahan _ perubahan pada teodolit jika komponen¬-komponen tersebut digerakkan.
3. Mahasiswa mampu memperlakukan, membuka, menutup teodolit dengan kehati¬hatian dan mengetahui bagian-bagian sensitive teodolit yang perlu diwaspadai.

B. Peralatan
1. Teodolit
2. Statif
3. Payung
4. Alat tulis

C. Dasar Teori :
1. Teodolit : klasifikasi dan bagian-bagiannya
a. Salah satu peralatan dalam pengukuran sudut, baik sudut vertikal maupun horisontal, adalah teodolit. Berdasarkan konstruksi sumbu vertikal (sumbu I ), teodolit dibedakan menjadi : teodolit repetisi (sumbu ganda ), teodolit reiterasi (sumbu tunggal). Berdasarkan tingkat ketelitiannya, teodolit dikasifikasikan menjadi: TO (tidak teliti/ ketelitian rendah : 20" ), TI (agak teliti : 20"-5"), T2 (teliti: V), T3 (teliti sekali: 0,1"), dan T4 (sangat teliti: 0,01"). Berdasar ada/tidak adanya boussole / komplas, teodolit dibedakan menjadi : teodolit boussole (teodolit kompas), teodolit offset boussole, teodolit tanpa boussole. Perbedaan teodolit didasarkan atas sistem skala pembacaan : skala garis, skala digital ada yang sistem tunggal dan ganda atau coincident elektronik. Berdasarkan sistem senteringnya, teodolit dibedakan menjadi: sentering mekanis (dengan unting-unting), sentering optis, dan sentering tongkat teleskopik.
b. Bagian-bagian alat ukur sudut teodolit, bagian atas : teropong, lingkaran vertikal, sumbu horisontal/mendatar (sumbu II), klem teropong dan pengerak halus vertikal, dan nivo; bagian tengah : kaki penyangga sumbu II alhidade horisontal, piringan horisontal, klem dan penggerak halus horisontal, klem dan. penggerak halus limbus, nivo alhidade horisontal, mikroskop pembaca lingkaran horisontal; bagian bawah : tribrach (tempat tumpuan sumbu 1), nivo kotak, sekrup penyetel ABC, alat sentering (optis)

D. Langkah Kegiatan :
1. Persiapkan peralatan yang dibutuhkan serta periksa kelengkapannya. Catat nomor seri alat ukur yang dipergunakan!
2. Pilih tempat yang aman mendirikan alat ukur teodolit (tanah tidak rapuh terhindar dri gangguan lalu lintas, dsb)
3. Dirikan statif aman dan sesuai dengan keadaan setempat maupun juru ukur
4. Pasang alat ukur teodolit diatas statif dan eratkan dengan sekrup pengunci hingga aman.
5. Lindungi alat ukur teodolit dari panas langsung maupun air (hujan).
6. Gambar Alat Teodolit dalam 2 arah yang berbeda dan tunjukan bagian-bagian alat tersebut beserta fungsinya.